Comunitynews |NTT – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menegaskan komitmennya untuk mewujudkan arahan Presiden Prabowo Subianto terkait pengelolaan tanah yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Salah satu langkah konkret yang ditempuh adalah melalui pendaftaran serta pengadministrasian tanah ulayat milik masyarakat hukum adat di berbagai daerah.
Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama ATR/BPN, Andi Tenri Abeng, menegaskan bahwa program ini menjadi bukti hadirnya negara dalam melindungi tanah ulayat.
Hal itu disampaikannya dalam kegiatan Sosialisasi Pendaftaran dan Pengadministrasian Tanah Ulayat di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (18/9/2025).
“Presiden menekankan pentingnya pengelolaan tanah dan ruang yang adil serta berkelanjutan. Tanah ulayat menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Melalui pendaftaran ini, negara mengakui sekaligus memberikan perlindungan hukum agar aset masyarakat adat tidak mudah dipersoalkan,” ujar Andi.
Menurutnya, langkah tersebut menjadi titik temu antara hukum adat dengan hukum pertanahan nasional. Dengan adanya kepastian hukum, tanah ulayat tidak hanya diakui secara adat, tetapi juga sah secara negara, sehingga terhindar dari potensi konflik maupun klaim sepihak.
“Nilainya bukan hanya ekonomi, tapi juga sosial, budaya, dan spiritual bagi masyarakat hukum adat,” tambahnya.
Tahun 2025, NTT masuk sebagai salah satu dari delapan provinsi prioritas pendaftaran tanah ulayat. Di Kabupaten Manggarai, masyarakat hukum adat Niang Todo di Desa Todo, Kecamatan Satar Mese Barat, telah memiliki tanah ulayat seluas sekitar 2 hektare dengan status clear and clean.
Sementara itu, di Kabupaten Ngada tercatat tiga kelompok masyarakat adat dengan total tanah lebih dari 113 hektare yang siap didaftarkan. Adapun di Kabupaten Nagekeo, sembilan bidang tanah ulayat dengan luas hampir 196 hektare akan segera melalui proses yang sama.
Bupati Manggarai, Herybertus G.L. Nabit, menyambut baik langkah pemerintah ini. Ia menekankan pentingnya penyebarluasan informasi agar seluruh masyarakat adat memahami manfaat program tersebut.
“Jangan berpikir program ini hanya untuk Kota Ruteng atau Todo. Ke depan, akan diperluas ke wilayah lain. Namun keberhasilannya tetap bergantung pada kesadaran masyarakat hukum adat sendiri,” ujar Herybertus.
Program pendaftaran tanah ulayat merupakan bagian dari Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP), hasil kerja sama ATR/BPN dengan Bank Dunia. Di NTT, kegiatan ini berlangsung di tiga kabupaten: Timor Tengah Selatan, Manggarai, dan Sumba Timur.
Dalam kesempatan yang sama, ATR/BPN juga menyerahkan 200 sertipikat tanah hasil program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) kepada masyarakat Manggarai. Penyerahan dilakukan secara simbolis oleh Bupati Herybertus bersama pejabat ATR/BPN.
Selain itu, sejumlah narasumber turut hadir memberikan penjelasan mengenai pentingnya pendaftaran tanah ulayat. Di antaranya, Kepala Subdirektorat Pendaftaran Tanah Ulayat dan Tanah Komunal Setyo Anggraini; Program Manager Project Management Unit ILASPP, M. Sigit Widodo; Senior National Policy Manager Landesa Indonesia, Rino Subagyo; serta perwakilan Kementerian Dalam Negeri, Nitta Rosalin Marbun, yang hadir secara daring.
Dengan langkah ini, pemerintah berharap tanah ulayat masyarakat hukum adat dapat terlindungi, sekaligus memberikan kepastian hukum bagi generasi mendatang.