Iklan

iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

Kisruh Perusakan Sawit Warga Bengkalis, Diduga Libatkan Oknum

22 Jul 2025, 14:09 WIB Last Updated 2025-07-22T07:09:26Z


Comunitynews | Bengkalis, Riau – Kisruh perusakan lahan dan tanaman kelapa sawit milik puluhan warga di Kampung D.30, Desa Bumbung, Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, terus berlarut tanpa kejelasan hukum.

Sekitar 76 hektare lahan milik 21 warga dirusak sejak Oktober 2024, namun hingga kini belum ada tindakan konkret dari aparat penegak hukum.

Kornelius Samosir, salah satu perwakilan warga, mengungkapkan bahwa lahan yang telah digarap sejak 1996 tersebut dihancurkan oleh oknum yang mengaku sebagai Kepala Suku. Mereka diduga menggunakan alat berat excavator tanpa pemberitahuan maupun ganti rugi.

“Kami ini sudah tinggal di sini hampir 30 tahun. Hasil dari sawit itulah yang kami andalkan untuk hidup. Tapi pohon-pohon kami diratakan begitu saja,” ujar Kornelius, Selasa (22/07/2025).

Upaya mediasi telah dilakukan sebanyak tiga kali, namun, menurut Kornelius, pihak lawan yang diduga dipimpin oleh seseorang bernama Reno Cs selalu mengingkari kesepakatan. Bahkan, tindakan mereka makin menjadi-jadi dengan menimbun batang sawit yang dirusak agar tidak terlihat jejak kerusakan.

Sarudin Siregar (60), warga lainnya, juga menyuarakan hal serupa. Ia mengatakan, lahan seluas 15 hektare milik keluarganya, yang telah digarap sejak 2002, turut dirusak. Dari total luas tersebut, enam hektare sawit yang telah produktif dihancurkan. Janji ganti rugi yang disampaikan oleh Reno hingga kini tak kunjung terealisasi.

Senada dengan itu, Edison Matondang (34), yang telah mengelola lahan sejak 2016, mengaku mendapat intimidasi dari kelompok Reno Cs.

Ia bahkan dipaksa menerima bahwa lahannya telah dibeli oleh pihak lain, meskipun belum ada pembayaran yang jelas. Edison juga mengungkap bahwa dirinya sempat mengalami kontak fisik dengan seseorang yang mengaku aparat dari Polda Pekanbaru.

“Awalnya saya dijanjikan ganti rugi Rp29,9 juta. Tapi sampai hari ini, saya baru menerima Rp7 juta, itu pun dicicil dan tidak sesuai kesepakatan. Sisa pembayarannya tak jelas dan saya kesulitan menghubungi mereka,” ungkap Edison dengan nada kecewa.

Ketua Badan Pemantau dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi (BP2 Tipikor), Agustinus Petrus Gultom SH, menegaskan bahwa praktik mafia tanah di wilayah Riau, termasuk di Bengkalis, masih marak terjadi. Ia menyebut modus yang digunakan para pelaku beragam, mulai dari mengklaim lahan sebagai tanah adat hingga memaksa penggarap menyerahkan lahan dengan iming-iming uang atau ancaman.

“Kami menerima banyak laporan serupa. Bahkan, ada yang dijanjikan dibayar Rp500 ribu per pohon, tapi setelah sawit diratakan dan batangnya dikubur, korban tidak menerima sepeser pun,” ujar Agus. Ia juga menyebut bahwa para pelaku sering membawa puluhan massa dan menjual surat tanah adat seharga puluhan juta rupiah sebagai legalitas semu.

BP2 Tipikor juga mendesak pihak Pertamina dan aparat keamanan untuk menyelidiki operasional alat berat yang digunakan dalam perusakan tersebut. Diketahui, beberapa excavator beroperasi di wilayah yang merupakan zona sensitif migas, tanpa izin resmi dari pihak Pertamina, kepolisian, atau pemerintah desa setempat.

“Harus ada pengawasan serius. Ini bukan hanya soal konflik agraria, tapi juga menyangkut keselamatan karena aktivitas mereka berada dekat dengan pipa migas dan gudang bahan peledak,” tegas Agus.

Warga Kampung D.30 kini hanya berharap keadilan dapat ditegakkan dan praktik-praktik intimidasi serta perampasan lahan bisa dihentikan.

Mereka mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk segera turun tangan dan membongkar tuntas dugaan sindikat mafia tanah yang telah menyengsarakan banyak petani lokal.

Iklan

iklan