Comunitynews | Jakarta – Reforma agraria bukan sekadar soal membagi-bagi tanah, melainkan tentang menghadirkan keadilan, memperbaiki tata ruang hidup, serta membangun masa depan yang berkelanjutan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hal itu ditegaskan oleh Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Ossy Dermawan, saat membuka Webinar Nasional Reforma Agraria: Lampau, Kini, dan Mendatang, Kamis (17/7).
Dalam paparannya, Wamen Ossy menyampaikan bahwa reforma agraria adalah warisan sejarah sekaligus amanat untuk menjawab tantangan masa kini.
"Ini bukan hanya pembagian tanah. Reforma agraria adalah soal membangun harapan dan memperjuangkan keadilan bagi rakyat, terutama dalam mengelola ruang hidup secara adil dan bijak," tegasnya.
Lima Arah Strategis Reforma Agraria
Wamen Ossy menekankan lima pandangan penting untuk menyongsong kebijakan reforma agraria ke depan.
Pertama, Indonesia menghadapi tantangan demografis dan ekologis yang semakin kompleks—jumlah penduduk terus meningkat, sementara ketersediaan lahan makin menyusut akibat alih fungsi dan krisis iklim. Oleh karena itu, reforma agraria harus dilihat sebagai strategi pengelolaan ruang yang inklusif dan berkelanjutan, bukan sekadar legalisasi atau distribusi lahan.
Kedua, ia menyoroti perlunya pendekatan yang adaptif dan inovatif.
"Kebijakan harus berbasis wilayah, partisipatif, lintas sektor, dan didukung oleh sistem data spasial yang terintegrasi. Digitalisasi menjadi sangat penting, termasuk memperkuat Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di seluruh wilayah Indonesia," ujar Ossy.
Ketiga, ia menekankan prinsip keadilan dalam pengelolaan Bank Tanah. Setidaknya 30% lahan yang dikelola oleh Bank Tanah harus secara konsisten dialokasikan untuk kepentingan reforma agraria sebagaimana diamanatkan undang-undang.
"Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci agar reforma agraria tidak dipinggirkan dari agenda pembangunan nasional," tambahnya.
Keempat, pemberdayaan masyarakat harus menjadi bagian inti dari program ini. Reforma agraria, menurutnya, tidak berhenti pada legalisasi aset, tetapi juga mencakup penguatan kapasitas penerima manfaat agar mereka mampu bertahan, berkembang, bahkan mandiri. Sinergi lintas sektor—dengan koperasi, lembaga keuangan, UMKM, hingga lembaga pendidikan—perlu terus diperluas.
Terakhir, Ossy mengajak seluruh elemen bangsa untuk bergotong royong menyukseskan program ini. "Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Butuh kolaborasi dengan masyarakat sipil, komunitas adat, akademisi, dan semua pihak yang peduli pada keadilan agraria," pungkasnya.
Kolaborasi Kementerian dan Akademisi
Webinar ini diselenggarakan atas kolaborasi antara Direktorat Jenderal Penataan Agraria dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian ATR/BPN.
Kepala BPSDM, Agustyarsyah, menyebut bahwa diskusi publik ini bertujuan membuka wawasan masyarakat tentang pentingnya reforma agraria, baik dalam aspek legalisasi maupun pemberdayaan akses masyarakat atas tanah.
"Harapannya, pelaksanaan reforma agraria di masa depan akan lebih baik dan relevan dengan kebutuhan zaman," ujarnya.
Sejumlah narasumber turut hadir dalam diskusi ini, di antaranya Dirjen Penataan Agraria Yulia Jaya Nirmawati, Guru Besar Hukum Agraria UGM Maria S.W. Sumardjono, Ketua Persatuan Pensiunan Agraria dan Pertanahan Yuswanda A. Temenggung, serta Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika. Sementara Nurhasan Ismail, Dosen Hukum UGM, bertindak sebagai moderator.