Iklan

iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

Kapolda Riau Diminta Usut Pelaku Pengerusakan 76 Ha Sawit di Kampung D.30 Bengkalis

28 Jul 2025, 19:10 WIB Last Updated 2025-07-28T12:10:24Z


Comunitynews | Riau - Riduan Sitinjak (63), salah seorang perwakilan dari masyarakat di Kampung D.30 menjelaskan, saat ini masih ada sebanyak 5 (lima) alat berat excavator, yang merusak sawit milik sekitar 21 warga, dengan jumlah luas lahan yang digarap sekitar 76 hektare di wilayah Desa Bumbung, Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, yang dikenal Kampung D.30.


“Kami mendesak pihak Pertamina Hulu Rokan segera menghentikan sekitar lima alat berat excavator yang kini beroperasi seenaknya di daerah yang banyak melintang pipa migas yang banyak merupakan zona sensitive operasional Migas dan gudang handak. Tak hanya itu, alat berat tersebut diduga beroperasi tanpa ada izin dari pihak Pertamina, Polsek, Pemerintah Desa setempat dan sangat meresahkan masyarakat,” jelasnya kepada wartawan, Senin (28/07/2025).    


Edison Matondang (34), yang sudah mengarap lahan sejak tahun 2016 lalu, dengan luasan sekitar 6 hektare harus menerima ancaman dari Reno Cs dan rekan-rekannya yang mengaku anggota Polda dan mengatakan lahannya sudah dibeli oleh Manurung. Reno Cs juga membawa masa sekitar 50 (lima puluh) orang, yang terkesan cara mengintimidasinya.
 

“Sebelum terjadinya kesepakatan pembayaran ada kontak fisik antara saya dan orang Reno yang mengaku orang Polda Pekanbaru, sambil memegang dada saya dan yang mengaku orang Polda tersebut berkata: kenapa kamu halangi anggota saya untuk bekerja, lahan ini sudah saya beli ke Reno,” terang Edison Matondang sambil menahan air mata, menirukan saat kejadian tersebut, Selasa (22/07/2025) lalu. 


Setelah sebagian pohon sawit di rusak, lanjut Edison, yang dilakukan Reno Cs pada bulan Maret lalu, datanglah orang yang bernama Fahmi yang saya kenal sebagai orang kontaktor dari Reno Cs (pensuplai/ penyedia axcavator) dan ada kesepakatan akan diganti rugi sebesar Rp. 29.900.000,- dan saya sepakat menerima ganti rugi tersebut. Namun pada kenyataannya tidak sesuai dari kesepakatan awal.


“Pembayaran dilakukan 2 kali, pertama Rp.5 juta, pembayaran ke dua Rp.2 juta dengan cara transfer melalui hp Fahmi dengan alasan tidak memiliki uang cash. Sebelum lunas, sawit saya sudah ditumbang habis oleh kelompok Reno Cs. Dari Maret sampai sekarang belum ada pembayaran kembali dan sampai saat ini tidak bisa ditemui. Ketika saya telepon Fahmi menanyakan sisa pembayaran, beliau berkata: kalau abang tidak mau menerima uang yang Rp.7 juta itu, maka uang dan lahan akan kami ambil,” terang Edison sambil meniru perkataan Fahmi saat di telepon.   



Rawan Terjadi Konflik Dan Surat Adat Tanah Ulayat Diduga Palsu 



Menangapi hal tersebut, pihak Lembaga Aliansi Indonesia, Agustinus Petrus Gultom SH menjelaskan, pihaknya sudah membuat pengaduan dan laporan resmi ke pihak Polda Riau hingga ke Polsek Mandau terkait pengeruskan tersebut, dengan harapan agar tidak terjadi konflik dan pelakunya bisa diperiksa. Menurutnya, puluhan korban yang pohon sawitnya di rusak dengan luasan dan usia sawit yang berfariasi yang hasilnya hanya cukup memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sudah selayaknya untuk diperhatikan.   


“Banyak lahan warga yang sudah digarap berpuluh tahun dan pohon kelapa sawitnya diduga di rusak seenaknya oleh Reno Cs, sejak bulan Oktober 2024 lalu, hingga saat ini.  Beberapa orang yang mengaku pelaku diduga Kepala Suku di Desa Bumbung, dengan menggunakan alat berat excavator secara membabi buta, tanpa ada pemberitahuan dan ganti rugi yang jelas, disinyalir dengan berlindung sebagai putra daerah,” jelas Agus Gultom sapaan akrabnya.
 

Maria atau Mafia Riau, terang Agus Gultom, sudah tak asing lagi kita dengar. Wilayah Riau, termaksud di Kampung D.30 Bengkalis masih marak praktik percaloan dan mafia tanah. Modusnya berbeda-beda, antara lain mengaku-ngaku itu tanah adatnya, merusak lalu mengusir penggarap sawit, hingga membodohi calon pembeli mesti lahan yang dijual ada penggarapnya. Otak pelakunya tidak pernah jera dan terkesan kebal hukum, yang diduga berlindung sebagai putra daerah dengan menjual Surat Adat Tanah Ulayat yang diduga palsu,” ujarnya.   


“Puluhan warga yang sawitnya menjadi korban pengerusakan di Kampung D.30 ada yang dijanjikan akan dibayar Rp.500ribu per pohon, setelah semua pohon sawitnya di tumbang dan batangnya di kubur menutupi indikasi tindak kejahatannya, korban belum juga menerima ganti rugi. Para korban mengatakan, para pelaku dalam melakukan aksinya kerapkali membawa puluhan masa. Tak hanya itu, bila setiap penggarap yang lahan dan sawitnya tidak mau dikuasai, mereka harus bersedia membeli Surat Adat Tanah Ulayat diduga dengan harga puluhan juta persuratnya untuk luasan sekitar 1 hertare,” katanya.  

 
Kapolda Riau dan jajarannya, lanjut Agus Gultom, harus peka melihat persoalan ini agar tidak ada konflik dikemudian hari. Para terduga pelaku sebelumnya diduga juga pernah berurusan dengan pihak kepolisian Riau dan ditahan karena mengarap lahan di dekat gudang handak, namun entah kenapa para terduga pelaku dan alat beratnya diduga dilepaskan. Puluhan warga yang sawitnya di rusak kini nasib dan keluarganya terkatung-katung, apalagi terkesan tidak ada rasa keadilan dan kepastian hukum atas pengerusakan yang telah mereka alami. 

Iklan

iklan